Rabu, 15 Mei 2013

Isu UKT (Uang Kuliah Tunggal) di UNY dan problematikanya


Assalamu'alaykum...
Selasa 14 mei 2013 saya diberi tugas untuk audiensi tentang isu – isu yang terjadi di Indonesia dengan salah satu ketua BEM di UNY dalam rangka penugasan ILCS. Sebenarnya tugas itu ditugaskan sejak SG ILCS 2 minggu lalu, tapi karena saya tidak ikut dan saya baru tahu minggu kemarin. Karena waktu yang sangat mepet yaitu hanya 2 hari, akhirnya saya ambil mudah saja menemui ketua BEM fakultas saya, yaitu mas Fiky Fristiar dari fakultas teknik, pada hari kedua 4 jam sebelum deadline, dan mulai menuliskannya dalam word setengah jam sebelum deadline (sekarang). :)
Pertama kami memilih isu yang akan dibahas dalam audiensi. Setelah berembug sebentar dengan beliau akhrinya kami memilih tiu tentang UKT yang diterapkan di UNY. Yaitu tentang kronologisnya, kebijakannya, dan sisi kontroversialnya.
Dari penjelasan mas Fiky disebutkan bahwa UNY termasuk cepat dalam menerapkan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini. Berawal dari dibuatnya surat edaran oleh kementrian tanggal 5 februari, pihak rektorat UNY sudah langsung bisa memberikan jumlah kasarnya pada tanggal 16 Februari. Yaitu 3.5, 3, dan 2.6 juta setiap semester. Kemudian sampai sekarang sudah disahkan dan akan dilaksanakan pada tahun ajaran 2013/2014.
UKT sendiri adalah sistem dimana seluruh biaya kuliah mulai dari uang gedung, spp, dan biaya lainnya dijumlahkan dan dibayar dicicil selama delapan semester. Untuk FT sendiri nilai yang ditetapkan adalah 3,5 juta. Sehingga dalam delapan semester menjadi sekitar 28 juta.
Pandangan mahasiswa terbagi dalam menyikapinya. Ada yang bilang dengan UKT SPP semakin murah, ada yang bilang sebaliknya. Kalau ditelisik lebih jauh ternyata memang bagi sebagian kategori mahasiswa spp ini semakin murah, tapi bagi sebagian kategori lain. Ini semakin mahal. UNY sendiri sebelumnya menganut 3 segmen. Segmen mahasiswa Bidikmisi, Reguler, dan non-Reguler. Mahasiswa bidikmisi, seperti yang kita tahu dibiayai oleh negara. Mahasiswa Reguler setiap semester sekitar 700 ribu – 1 juta (FT). Mahasiswa non-Reguler sekitar 2 juta lebih. Yang terjadi disini adalah subsidi silang antara mahasiswa non-Reguler dan Reguler serta Bidikmisi sehingga uang kuliah mahasiswa Reguler dapat ditekan. Tetapi dalam kebijakan UKT ini, kategori Reguler dan non-Reg dijadikan satu dan diwajibkan membayar 3,5 juta per semester.
Hal ini menjadi masalah karena tidak semua mahasiswa reguler itu tergolong mampu. Banyak diantara mereka kurang mampu dan kurang beruntung sehingga tidak bisa mendapatkan BidikMisi. Dengan adanya UKT biaya akan semakin mahal bagi mahasiswa kategori ini. Jika dihitung, total pengeluaran kuliah untuk mahasiswa Reguler selama 8 semester adalah sekitar 16 juta (1 jt x 8 + 10jt uang pangkal). Dengan adanya UKT ini dikhawatirkan kesempatan golongan mahasiswa seperti itu untuk kuliah semakin berkurang.
Masalah lain yang terjadi dalam UKT ini adalah dengan jumlahnya yang tetap 3,5 juta meskipun mahasiswa telah melewati semester delapan. Ini dianggap memberatkan karena secara teknis mereka telah memenuhi uang yang diwajibkan bagi mereka. Karena tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan untuk lulus tepat waktu dan tidak semua mahasiswa bisa matang dan siap secara mental untuk terjun dalam masyarakat dalam waktu empat tahun.
Konsekuensi lain dari UKT ini adalah pada surutnya pergerakan mahasiswa di UNY. Dengan tetpnya biaya UKT setelah semester delapan, mahasiswa akan menjadi terlalu terfokus pada studinya. Mereka kemudian akan berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk ikut dalam organisasi mahasiswa karena takut akan mengganggu studi mereka. Tentu ini akan menjadi kemunduran bagi Ormawa yang ada di UNY. Dan kemunduran juga bagi Indonesia karena akan berkurangnya mahasiswa kritis yang akan mengawal program – program pemerintah.
Solusi yang ditawarkan saat ini dari mas Fiky dalam menyikapi UKT ini adalah dengan terus kritis dan melakukan gerakan untuk mengangkat isu ini. Kebijakan yang telah dilandingkan memang sangat sulit diubah.Tapi jika kita terus bergerak, mengadakan aksi dan audiensi, minimal kita bisa memberi tahu pada masyarakat apa itu UKT dan permasalahannya. Dan pada akhirnya bisa menekan pihak birokrat untuk merevisi kebijakan tersebut.

Saiful Habib


Lisensi Creative Commons
ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 3.0 Tanpa Adaptasi.

2 komentar:

  1. buat bidik misi nggak ada pembayaran UKT ??

    BalasHapus
  2. ga, insyaallah udah gratis ditanggung negara kalau bidikmisi...

    BalasHapus