Assalamu'alaykum...
Selasa 14 mei 2013 saya diberi tugas untuk audiensi tentang isu –
isu yang terjadi di Indonesia dengan salah satu ketua BEM di UNY
dalam rangka penugasan ILCS. Sebenarnya tugas itu ditugaskan sejak SG
ILCS 2 minggu lalu, tapi karena saya tidak ikut dan saya baru tahu
minggu kemarin. Karena waktu yang sangat mepet yaitu hanya 2 hari,
akhirnya saya ambil mudah saja menemui ketua BEM fakultas saya, yaitu
mas Fiky Fristiar dari fakultas teknik, pada hari kedua 4 jam sebelum
deadline, dan mulai menuliskannya dalam word setengah jam sebelum
deadline (sekarang). :)
Pertama kami memilih isu yang akan dibahas dalam audiensi. Setelah
berembug sebentar dengan beliau akhrinya kami memilih tiu tentang UKT
yang diterapkan di UNY. Yaitu tentang kronologisnya, kebijakannya,
dan sisi kontroversialnya.
Dari penjelasan mas Fiky disebutkan bahwa UNY termasuk cepat dalam
menerapkan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini. Berawal dari
dibuatnya surat edaran oleh kementrian tanggal 5 februari, pihak
rektorat UNY sudah langsung bisa memberikan jumlah kasarnya pada
tanggal 16 Februari. Yaitu 3.5, 3, dan 2.6 juta setiap semester.
Kemudian sampai sekarang sudah disahkan dan akan dilaksanakan pada
tahun ajaran 2013/2014.
UKT sendiri adalah sistem dimana seluruh biaya kuliah mulai dari uang gedung,
spp, dan biaya lainnya dijumlahkan dan dibayar dicicil selama delapan
semester. Untuk FT sendiri nilai yang ditetapkan adalah 3,5 juta.
Sehingga dalam delapan semester menjadi sekitar 28 juta.
Pandangan mahasiswa terbagi dalam menyikapinya. Ada yang bilang
dengan UKT SPP semakin murah, ada yang bilang sebaliknya. Kalau
ditelisik lebih jauh ternyata memang bagi sebagian kategori mahasiswa
spp ini semakin murah, tapi bagi sebagian kategori lain. Ini semakin
mahal. UNY sendiri sebelumnya menganut 3 segmen. Segmen mahasiswa
Bidikmisi, Reguler, dan non-Reguler. Mahasiswa bidikmisi, seperti
yang kita tahu dibiayai oleh negara. Mahasiswa Reguler setiap
semester sekitar 700 ribu – 1 juta (FT). Mahasiswa non-Reguler
sekitar 2 juta lebih. Yang terjadi disini adalah subsidi silang
antara mahasiswa non-Reguler dan Reguler serta Bidikmisi sehingga
uang kuliah mahasiswa Reguler dapat ditekan. Tetapi dalam kebijakan
UKT ini, kategori Reguler dan non-Reg dijadikan satu dan diwajibkan
membayar 3,5 juta per semester.
Hal ini menjadi masalah karena tidak semua mahasiswa reguler itu
tergolong mampu. Banyak diantara mereka kurang mampu dan kurang
beruntung sehingga tidak bisa mendapatkan BidikMisi. Dengan adanya
UKT biaya akan semakin mahal bagi mahasiswa kategori ini. Jika
dihitung, total pengeluaran kuliah untuk mahasiswa Reguler selama 8
semester adalah sekitar 16 juta (1 jt x 8 + 10jt uang pangkal).
Dengan adanya UKT ini dikhawatirkan kesempatan golongan mahasiswa
seperti itu untuk kuliah semakin berkurang.
Masalah lain yang terjadi dalam UKT ini adalah dengan jumlahnya yang
tetap 3,5 juta meskipun mahasiswa telah melewati semester delapan.
Ini dianggap memberatkan karena secara teknis mereka telah memenuhi
uang yang diwajibkan bagi mereka. Karena tidak semua mahasiswa
memiliki kemampuan untuk lulus tepat waktu dan tidak semua mahasiswa
bisa matang dan siap secara mental untuk terjun dalam masyarakat
dalam waktu empat tahun.
Konsekuensi lain dari UKT ini adalah pada surutnya pergerakan
mahasiswa di UNY. Dengan tetpnya biaya UKT setelah semester delapan,
mahasiswa akan menjadi terlalu terfokus pada studinya. Mereka
kemudian akan berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk ikut dalam
organisasi mahasiswa karena takut akan mengganggu studi mereka. Tentu
ini akan menjadi kemunduran bagi Ormawa yang ada di UNY. Dan
kemunduran juga bagi Indonesia karena akan berkurangnya mahasiswa
kritis yang akan mengawal program – program pemerintah.
Solusi yang ditawarkan saat ini dari mas Fiky dalam menyikapi UKT ini
adalah dengan terus kritis dan melakukan gerakan untuk mengangkat isu
ini. Kebijakan yang telah dilandingkan memang sangat sulit
diubah.Tapi jika kita terus bergerak, mengadakan aksi dan audiensi,
minimal kita bisa memberi tahu pada masyarakat apa itu UKT dan
permasalahannya. Dan pada akhirnya bisa menekan pihak birokrat untuk
merevisi kebijakan tersebut.
Saiful Habib
ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 3.0 Tanpa Adaptasi.
buat bidik misi nggak ada pembayaran UKT ??
BalasHapusga, insyaallah udah gratis ditanggung negara kalau bidikmisi...
BalasHapus